Harga per lembar kulit kelinci Rex berbulu prima ukuran
36 x 42 cm saja mencapai lebih dari US$ 11.00. Untuk
yang didukung teknologi pemasok bahan baku kulit-bulu
dan alat-mesin pendukung.
Kulit dan produk kulit (KPK) telah
lama dikenal sebagai komoditas
ekspor andalan bernilai tinggi.
Pada akhir tahun 1993, KPK memiliki
pangsa mendekati US$ 2 miliar
dengan trend ekspor 495%.
Sumbangan produk kulit-bulu masih
sangat rendah, terutama dari wol
domba dan kulit-bulu kambing,
padahal untuk negara subtropis,
produk kulit-bulu ternak/hewan
eksotis termasuk kelinci, cerpelai
(mink), dan rase (fox) hasil budi
daya memiliki nilai jual yang jauh
lebih tinggi dari kulit biasa.
Pangsa pasar produk fur dunia
pada tahun 1998 diduga mencapai
US$ 5 miliar. Kelinci Rex dan Satin
menghasilkan fur eksotis, indah,
menarik, berharga tinggi, dan berpotensi
ekspor (> US$ 10/lembar).
Mutu fisik kulit baik, setara dengan
SNI kulit kambing untuk jaket.
Produk jadinya seperti mantel, selendang,
topi, dan kerajinan lainnya
memiliki nilai tambah 40-200%.
Masalah yang dihadapi dalam
bisnis ini adalah ketersediaan bahan
baku yang belum kontinu dan mutu
sedang serta teknologi penyamakan
yang masih perlu ditingkatkan.
Hal ini karena pemeliharaan kelinci
untuk kulit-bulu perlu dilakukan
di daerah dengan suhu udara 10-
16oC.
Produsen kelinci juga sangat
terbatas dan pengolah/pengrajin
kulitbulu masih bersifat tradisional
atau berskala kecil dengan teknologi
dan peralatan sangat sederhana.
Jenis Kulit-Bulu Eksotis
Kulit-bulu eksotis pada awalnya
diperoleh dari hewan liar seperti
cerpelai, rase, berang-berang, chinchilla,
capybara atau dari mamalia
berbulu lainnya. Namun, dengan
tumbuhnya organisasi pencinta
binatang, tekanan terhadap eksploitasi
hewan liar semakin tinggi,
sehingga sumber produk kulit-bulu
beralih pada hewan/ternak hasil
domestikasi. Untuk kelinci, kulitbulu
sebenarnya merupakan produk
samping dari tujuan produksi daging
dan ‘manure’ (untuk pupuk organik).
Kelinci Rex menghasilkan fur
halus seperti beludru dan seragam
panjangnya, sedangkan untuk
Satin, bulunya panjang, padat, dan
mengkilap seperti bulu mink.
Silangan Rex dengan Satin menghasilkan
kelinci ‘Reza’ yang berbulu
halus, seragam panjangnya, mengkilap,
dan diperkirakan memiliki nilai
tambah yang lebih tinggi dari bulu
Rex atau Satin. Namun, mortalitas
anak lepas sapih cukup tinggi
(>40%).
Teknologi Penyamakan Kulit-Bulu
Kelinci
Seperti kulit ternak lainnya,
kulit-bulu kelinci mentah rentan terhadap
pembusukan, yang menyebabkan
produk tersebut tidak memiliki
nilai ekonomis. Untuk memperoleh
kulit-bulu bermutu prima,
kelinci perlu dipelihara pada daerah
bersuhu rendah, diberi nutrisi
cukup, dan dipotong pada umur
yang tepat. Pengawetan kulit-bulu
mentah sebelum penyamakan harus
memadai dan teknologi penyamakannya
sesuai.
Untuk mendapatkan hasil penyamakan
yang baik, kulit-bulu
segar sebaiknya langsung disamak.
Namun, cara ini tidak efisien bila kelinci
yang dipotong sedikit. Oleh karena itu,
kulit-bulu perlu diawet-kan sampai
kulit-bulu terkumpul dalam jumlah yang
memadai untuk diolah. Cara
pengawetan yang baik adalah
mengkombinasikan antara peracunan,
penggaraman kering, dan
penyimpanan dalam ruang dingin.
Teknologi penyamakan kulit-bulu
kelinci cukup beragam, ber-gantung
pada jenis bahan kimia yang
digunakan. Yang umum di-kenal adalah
penyamakan khrom, alum, aldehida,
nabati, sintetis, dan/ atau
kombinasinya. Masing-masing
teknologi memiliki kelebihan dan
kekurangan, bergantung pada tujuan
produk akhirnya. Khrom menghasilkan
kulit samak yang kompak
dan lemas, namun menimbulkan
warna biru kehijauan pada bulu dan
kulit. Limbahnya juga sulit didegradasi
di alam sehingga membutuhkan
fasilitas pengolahan limbah.
Alum dan aldehida menghasilkan
kulit-bulu yang cerah dan menarik,
namun kulit kurang kompak dan
agak keras serta tingkat kematangan
samak lebih rendah dari khrom;
demikian pula dengan bahan penyamak
sintetis. Bahan penyamak
nabati cukup murah, namun prosesnya
cukup lama, kulit agak keras
dan warna kulit dan bulu agak
kecoklatan karena pengaruh oksidasi
tanin. Oleh karena itu, diperlukan
kombinasi dari berbagai
teknologi tersebut.
Alat dan Mesin Pendukung
Pengolahan
Penyamakan kulit-bulu kelinci
dalam jumlah terbatas dapat dilakukan
secara manual. Namun,
diperlukan pengadukan terus menerus
yang sangat melelahkan, sehingga
kurang efisien dan efektif.
Untuk memperoleh hasil yang baik,
diperlukan alat-mesin yang sesuai.
Untuk pengawetan kulit dibutuhkan
alat perentang (stretcher).
Penyamakan kulit-bulu memerlukan
(1) bak perendaman, (2) mesin samak
berbentuk drum dengan putaran
bolak-balik 90-120o atau
Kulit-Bulu Kelinci Eksotis, Sebuah
Peluang Bisnis yang Menarik
2
drum/dengan pedal (pengayuh)
berkecepatan rendah (<16 rpm),
(3) mesin peniris cairan seperti
spinner pada mesin cuci, (4) rak
peniris, (5) alat atau mesin stacking
dan glacing (pelemas kulit), dan (6)
mesin buffing (pengampelas kulit).
Jika jumlah kulit cukup banyak, terkadang
dibutuhkan mesin pengering
bersuhu rendah (< 50oC). Penyamakan
dengan menggunakan perlakuan
serta dukungan peralatan
yang memadai menghasilkan produk
dengan kualitas yang lebih baik
daripada penyamakan sederhana.
Peluang Bisnis
Di dalam negeri, fur diperlukan
untuk membuat kerajinan, interior
mobil, boneka, mainan anak-anak,
selendang, tas wanita, aksesori
rambut, sepatu bayi, topi, sarung
tangan, dan gantungan kunci.
Untuk pasar luar negeri, selain
produk di atas, fur digunakan untuk
membuat mantel bulu eksotis. Nilai
tambah yang dapat diperoleh dari
produk fur beragam mulai dari 40%
hingga 200%, tergantung jenis pro-duk
yang dihasilkan. Nilai tambah tertinggi
diperoleh dari mantel bulu, yang dapat
mencapai US$ 800-3.000. Pasar utama
kulit-bulu men-tah adalah Hongkong,
China, Tai-wan, dan Korea, sedangkan
pasar produk akhirnya adalah Jepang,
Amerika, Eropa, dan Timur Tengah.
Sampai April 2002, informasi di
internet mengenai fur processing
mencapai 113.000, khusus untuk
subjek rabbit fur processing terdapat
3.620 info, Europe rabbit fur
processing 768 info, dan Europe
rabbit fur industry terdapat 1.750
info. Untuk Japan rabbit fur terdapat
3.950 info.
Kelinci dianggap potensial karena
termasuk ternak prolifik yang
dapat menghasilkan produk dalam
jumlah besar dan dalam waktu
relatif cepat. Berbagai jenis kelinci
eksotis dipelihara sebagai hewan
kesayangan.
Kelinci dapat tumbuh dan berkembangbiak
dengan cepat dari
pakan hijauan dan limbah pertanian/
pangan, dan dapat dipelihara pada
skala kecil (pekarangan) maupun
skala industri. Kelinci mampu melahirkan
10-11 kali per tahun dengan
rataan 6-7 anak per kelahiran dan
beranjak dewasa pada umur 6
bulan. Kelinci juga menghasilkan
pupuk bermutu tinggi untuk tanaman
hortikultura.
Biaya produksi satu lembar
kulit-bulu dan 1,2-1,5 kg karkas
pada pemeliharaan intensif adalah
Rp 32.000-41.500, pada tingkat
harga pakan Rp 1.800/kg, sedangkan
harga 1 kg karkas adalah Rp
17.000-Rp 20.000. Dengan analisis
usaha sederhana, untuk memelihara
100 induk dan 10 pejantan
dibutuhkan modal Rp 59,3 juta
untuk induk lokal dan Rp 155,975 juta
untuk induk impor. Biaya operasional
sekitar Rp 46,687 juta untuk produksi 3
LS sampai umur potong (6 bulan
pemeliharaan) dan pendapatan kotor
Rp 110.234 juta, pada tingkat harga
kulit-bulu US$ 1 (10%), $ 3 (10%), $6
(30%), dan $ 9 (50%) dan harga karkas
Rp 17.000/kg. Potensi keuntungan
yang mungkin diraih bisa mencapai
130% lebih.
Kendala utama dalam agribisnis
kelinci adalah pemasaran yang kurang
populer yang disebabkan tidak
tersedianya produk, sehingga kurang
dikenal pasar, dan rendah-nya
preferensi terhadap daging (bunny
syndrome). Dari segi pro-duksi,
masalah yang dihadapi ada-lah
rendahnya produktivitas karena
tingkat mortalitas yang tinggi dan
mutu hasil terutama pada pemeliharaan
skala kecil.
Pengembangan agribisnis kelin-ci
penghasil fur bermutu tinggi
memerlukan usaha promosi yang
intensif dan kemampuan memasuki
pasar atau bahkan menciptakan pasar
dari potensi yang telah tersedia
ini. Pengembangan peternakan
yang menyertakan usaha skala
kecil, memberdayaan peternakan
rakyat, serta melibatkan koperasi
dan industri merupakan salah satu
sasaran pengembangan peternakan
di era globalisasi ini .
36 x 42 cm saja mencapai lebih dari US$ 11.00. Untuk
yang didukung teknologi pemasok bahan baku kulit-bulu
dan alat-mesin pendukung.
Kulit dan produk kulit (KPK) telah
lama dikenal sebagai komoditas
ekspor andalan bernilai tinggi.
Pada akhir tahun 1993, KPK memiliki
pangsa mendekati US$ 2 miliar
dengan trend ekspor 495%.
Sumbangan produk kulit-bulu masih
sangat rendah, terutama dari wol
domba dan kulit-bulu kambing,
padahal untuk negara subtropis,
produk kulit-bulu ternak/hewan
eksotis termasuk kelinci, cerpelai
(mink), dan rase (fox) hasil budi
daya memiliki nilai jual yang jauh
lebih tinggi dari kulit biasa.
Pangsa pasar produk fur dunia
pada tahun 1998 diduga mencapai
US$ 5 miliar. Kelinci Rex dan Satin
menghasilkan fur eksotis, indah,
menarik, berharga tinggi, dan berpotensi
ekspor (> US$ 10/lembar).
Mutu fisik kulit baik, setara dengan
SNI kulit kambing untuk jaket.
Produk jadinya seperti mantel, selendang,
topi, dan kerajinan lainnya
memiliki nilai tambah 40-200%.
Masalah yang dihadapi dalam
bisnis ini adalah ketersediaan bahan
baku yang belum kontinu dan mutu
sedang serta teknologi penyamakan
yang masih perlu ditingkatkan.
Hal ini karena pemeliharaan kelinci
untuk kulit-bulu perlu dilakukan
di daerah dengan suhu udara 10-
16oC.
Produsen kelinci juga sangat
terbatas dan pengolah/pengrajin
kulitbulu masih bersifat tradisional
atau berskala kecil dengan teknologi
dan peralatan sangat sederhana.
Jenis Kulit-Bulu Eksotis
Kulit-bulu eksotis pada awalnya
diperoleh dari hewan liar seperti
cerpelai, rase, berang-berang, chinchilla,
capybara atau dari mamalia
berbulu lainnya. Namun, dengan
tumbuhnya organisasi pencinta
binatang, tekanan terhadap eksploitasi
hewan liar semakin tinggi,
sehingga sumber produk kulit-bulu
beralih pada hewan/ternak hasil
domestikasi. Untuk kelinci, kulitbulu
sebenarnya merupakan produk
samping dari tujuan produksi daging
dan ‘manure’ (untuk pupuk organik).
Kelinci Rex menghasilkan fur
halus seperti beludru dan seragam
panjangnya, sedangkan untuk
Satin, bulunya panjang, padat, dan
mengkilap seperti bulu mink.
Silangan Rex dengan Satin menghasilkan
kelinci ‘Reza’ yang berbulu
halus, seragam panjangnya, mengkilap,
dan diperkirakan memiliki nilai
tambah yang lebih tinggi dari bulu
Rex atau Satin. Namun, mortalitas
anak lepas sapih cukup tinggi
(>40%).
Teknologi Penyamakan Kulit-Bulu
Kelinci
Seperti kulit ternak lainnya,
kulit-bulu kelinci mentah rentan terhadap
pembusukan, yang menyebabkan
produk tersebut tidak memiliki
nilai ekonomis. Untuk memperoleh
kulit-bulu bermutu prima,
kelinci perlu dipelihara pada daerah
bersuhu rendah, diberi nutrisi
cukup, dan dipotong pada umur
yang tepat. Pengawetan kulit-bulu
mentah sebelum penyamakan harus
memadai dan teknologi penyamakannya
sesuai.
Untuk mendapatkan hasil penyamakan
yang baik, kulit-bulu
segar sebaiknya langsung disamak.
Namun, cara ini tidak efisien bila kelinci
yang dipotong sedikit. Oleh karena itu,
kulit-bulu perlu diawet-kan sampai
kulit-bulu terkumpul dalam jumlah yang
memadai untuk diolah. Cara
pengawetan yang baik adalah
mengkombinasikan antara peracunan,
penggaraman kering, dan
penyimpanan dalam ruang dingin.
Teknologi penyamakan kulit-bulu
kelinci cukup beragam, ber-gantung
pada jenis bahan kimia yang
digunakan. Yang umum di-kenal adalah
penyamakan khrom, alum, aldehida,
nabati, sintetis, dan/ atau
kombinasinya. Masing-masing
teknologi memiliki kelebihan dan
kekurangan, bergantung pada tujuan
produk akhirnya. Khrom menghasilkan
kulit samak yang kompak
dan lemas, namun menimbulkan
warna biru kehijauan pada bulu dan
kulit. Limbahnya juga sulit didegradasi
di alam sehingga membutuhkan
fasilitas pengolahan limbah.
Alum dan aldehida menghasilkan
kulit-bulu yang cerah dan menarik,
namun kulit kurang kompak dan
agak keras serta tingkat kematangan
samak lebih rendah dari khrom;
demikian pula dengan bahan penyamak
sintetis. Bahan penyamak
nabati cukup murah, namun prosesnya
cukup lama, kulit agak keras
dan warna kulit dan bulu agak
kecoklatan karena pengaruh oksidasi
tanin. Oleh karena itu, diperlukan
kombinasi dari berbagai
teknologi tersebut.
Alat dan Mesin Pendukung
Pengolahan
Penyamakan kulit-bulu kelinci
dalam jumlah terbatas dapat dilakukan
secara manual. Namun,
diperlukan pengadukan terus menerus
yang sangat melelahkan, sehingga
kurang efisien dan efektif.
Untuk memperoleh hasil yang baik,
diperlukan alat-mesin yang sesuai.
Untuk pengawetan kulit dibutuhkan
alat perentang (stretcher).
Penyamakan kulit-bulu memerlukan
(1) bak perendaman, (2) mesin samak
berbentuk drum dengan putaran
bolak-balik 90-120o atau
Kulit-Bulu Kelinci Eksotis, Sebuah
Peluang Bisnis yang Menarik
2
drum/dengan pedal (pengayuh)
berkecepatan rendah (<16 rpm),
(3) mesin peniris cairan seperti
spinner pada mesin cuci, (4) rak
peniris, (5) alat atau mesin stacking
dan glacing (pelemas kulit), dan (6)
mesin buffing (pengampelas kulit).
Jika jumlah kulit cukup banyak, terkadang
dibutuhkan mesin pengering
bersuhu rendah (< 50oC). Penyamakan
dengan menggunakan perlakuan
serta dukungan peralatan
yang memadai menghasilkan produk
dengan kualitas yang lebih baik
daripada penyamakan sederhana.
Peluang Bisnis
Di dalam negeri, fur diperlukan
untuk membuat kerajinan, interior
mobil, boneka, mainan anak-anak,
selendang, tas wanita, aksesori
rambut, sepatu bayi, topi, sarung
tangan, dan gantungan kunci.
Untuk pasar luar negeri, selain
produk di atas, fur digunakan untuk
membuat mantel bulu eksotis. Nilai
tambah yang dapat diperoleh dari
produk fur beragam mulai dari 40%
hingga 200%, tergantung jenis pro-duk
yang dihasilkan. Nilai tambah tertinggi
diperoleh dari mantel bulu, yang dapat
mencapai US$ 800-3.000. Pasar utama
kulit-bulu men-tah adalah Hongkong,
China, Tai-wan, dan Korea, sedangkan
pasar produk akhirnya adalah Jepang,
Amerika, Eropa, dan Timur Tengah.
Sampai April 2002, informasi di
internet mengenai fur processing
mencapai 113.000, khusus untuk
subjek rabbit fur processing terdapat
3.620 info, Europe rabbit fur
processing 768 info, dan Europe
rabbit fur industry terdapat 1.750
info. Untuk Japan rabbit fur terdapat
3.950 info.
Kelinci dianggap potensial karena
termasuk ternak prolifik yang
dapat menghasilkan produk dalam
jumlah besar dan dalam waktu
relatif cepat. Berbagai jenis kelinci
eksotis dipelihara sebagai hewan
kesayangan.
Kelinci dapat tumbuh dan berkembangbiak
dengan cepat dari
pakan hijauan dan limbah pertanian/
pangan, dan dapat dipelihara pada
skala kecil (pekarangan) maupun
skala industri. Kelinci mampu melahirkan
10-11 kali per tahun dengan
rataan 6-7 anak per kelahiran dan
beranjak dewasa pada umur 6
bulan. Kelinci juga menghasilkan
pupuk bermutu tinggi untuk tanaman
hortikultura.
Biaya produksi satu lembar
kulit-bulu dan 1,2-1,5 kg karkas
pada pemeliharaan intensif adalah
Rp 32.000-41.500, pada tingkat
harga pakan Rp 1.800/kg, sedangkan
harga 1 kg karkas adalah Rp
17.000-Rp 20.000. Dengan analisis
usaha sederhana, untuk memelihara
100 induk dan 10 pejantan
dibutuhkan modal Rp 59,3 juta
untuk induk lokal dan Rp 155,975 juta
untuk induk impor. Biaya operasional
sekitar Rp 46,687 juta untuk produksi 3
LS sampai umur potong (6 bulan
pemeliharaan) dan pendapatan kotor
Rp 110.234 juta, pada tingkat harga
kulit-bulu US$ 1 (10%), $ 3 (10%), $6
(30%), dan $ 9 (50%) dan harga karkas
Rp 17.000/kg. Potensi keuntungan
yang mungkin diraih bisa mencapai
130% lebih.
Kendala utama dalam agribisnis
kelinci adalah pemasaran yang kurang
populer yang disebabkan tidak
tersedianya produk, sehingga kurang
dikenal pasar, dan rendah-nya
preferensi terhadap daging (bunny
syndrome). Dari segi pro-duksi,
masalah yang dihadapi ada-lah
rendahnya produktivitas karena
tingkat mortalitas yang tinggi dan
mutu hasil terutama pada pemeliharaan
skala kecil.
Pengembangan agribisnis kelin-ci
penghasil fur bermutu tinggi
memerlukan usaha promosi yang
intensif dan kemampuan memasuki
pasar atau bahkan menciptakan pasar
dari potensi yang telah tersedia
ini. Pengembangan peternakan
yang menyertakan usaha skala
kecil, memberdayaan peternakan
rakyat, serta melibatkan koperasi
dan industri merupakan salah satu
sasaran pengembangan peternakan
di era globalisasi ini .